MONITORSULUT—— Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara bekerja sama dengan MPR RI menggelar sarasehan mengenai pemanfaatan obligasi daerah sebagai instrumen pendanaan pembangunan, Rabu (19/11).
Kegiatan yang digelar di Aula C.J. Rantung, Kantor Gubernur Sulut itu berlangsung interaktif dan mendapat perhatian besar dari para peserta.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber utama, antara lain Gubernur Sulut Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, SE, Ketua Badan Anggaran MPR RI Melchias Marcus Mekeng, Deputi Komisioner OJK Eddy Manindo Harahap,serta Rektor Universitas Sam Ratulangi, Prof. Dr. Ir. Oktovian Berty Alexander Sompie. Jalannya dialog dipandu oleh Akbar Faizal.
Dalam pemaparannya, Gubernur Yulius menyebutkan bahwa obligasi daerah dapat menjadi alternatif ketika kemampuan fiskal pemerintah daerah terbatas. Menurutnya, skema ini memberi ruang bagi masyarakat untuk ikut berinvestasi sekaligus membantu mempercepat pembangunan daerah.
Melchias Marcus Mekeng menambahkan bahwa obligasi daerah perlu dilihat sebagai instrumen strategis untuk memperkuat kemandirian fiskal.
Ia menggarisbawahi pentingnya keterbukaan informasi dan pengelolaan yang akuntabel agar penerbitannya tidak menimbulkan beban fiskal baru di masa depan.
Sementara itu, Eddy Manindo dari OJK memaparkan bahwa konsep obligasi daerah pada dasarnya serupa dengan penerbitan obligasi perusahaan, namun berada dalam pengawasan yang lebih ketat. Dana yang diperoleh wajib dialokasikan pada proyek-proyek produktif, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya.
OJK, kata Eddy, sedang merampungkan regulasi agar setiap prosesnya berjalan transparan.
Rektor Unsrat, Prof. Sompie, menekankan bahwa keberhasilan penerbitan obligasi daerah sangat bergantung pada tingkat kepercayaan publik. Ia menyebutkan bahwa dukungan akademisi dalam proses pengawasan dapat membantu menjaga kredibilitas dan menjaga kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Obligasi daerah dipandang mampu menjadi sumber pembiayaan baru untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik, terutama di daerah yang membutuhkan tambahan dana di luar transfer pusat.
Sulawesi Utara sendiri sedang mendorong pengembangan sektor pariwisata dan peningkatan konektivitas antarwilayah, sehingga dinilai potensial menjadi lokasi awal penerapan skema ini.
Meski menjanjikan, para narasumber sepakat bahwa literasi publik mengenai obligasi daerah perlu ditingkatkan.
Edukasi kepada masyarakat diperlukan agar investor memahami potensi manfaat sekaligus risiko dari instrumen ini sebelum mengambil keputusan.
(Yulia)
