Dugaan LPJ Fiktif KPID Sulut Guncang Kepercayaan Publik, Eks Komisioner Tuntut Klarifikasi

MONITORSULUT——-– Dugaan penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif atas dana hibah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Utara tahun anggaran 2024, kini menimbulkan kegelisahan publik dan menggoyahkan kredibilitas lembaga tersebut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado pun segera merespons dan memulai proses klarifikasi terhadap para pihak yang terkait.

Sumber informasi menyebut, pemanggilan terhadap jajaran komisioner KPID Sulut periode 2024–2027 sudah mulai dilakukan sejak awal Juni. Ketua KPID saat ini, Stevani Runtukahu, serta Djein Onibala, Ketua Tim Pemeriksa Dana dari Inspektorat Provinsi Sulut, telah terlebih dahulu dimintai keterangan.

Selanjutnya, giliran komisioner lainnya, yaitu Youke Senduk, Trully Kerap, Heryanto, Reidi Sumual, dan Pengasihan Amisan dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

Tak hanya mereka, sejumlah mantan komisioner KPID periode sebelumnya (2021–2024), yakni Reidi Sumual, Boyke Sondakh, dan Meilany Rauw juga mengonfirmasi adanya pemanggilan. Reidi mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima surat permintaan keterangan resmi dari Kejari Manado dengan nomor: B-1542/P.1.10/Fd.1/04/2025.

“Iya, saya juga dimintai keterangan oleh penyidik,” ujar Reidi kepada wartawan, Minggu (22/6).

Mantan komisioner lainnya, Boyke dan Meilany, mengaku terkejut dan kecewa atas dugaan laporan palsu yang seolah-olah melibatkan nama mereka.

“Kami sangat menyesalkan tindakan seperti itu, karena mereka menyusun laporan pengeluaran anggaran seolah dilakukan di masa kami menjabat. Ini mencoreng nama baik kami,” ungkap keduanya.

Dugaan fiktif tersebut mencuat setelah ditemukan ketidaksesuaian dalam LPJ dana hibah KPID Sulut tahun 2024, termasuk periode Januari hingga Agustus, yang notabene masih berada di bawah kepemimpinan periode lama.

Informasi yang diperoleh menyebut adanya pengeluaran fiktif seperti nota BBM dan alat tulis kantor palsu, hingga pengeluaran yang berulang untuk servis kendaraan dinas. Bahkan ditemukan pula pengadaan souvenir serta anggaran kebersihan yang tidak sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

“Penggunaan dana hibah untuk souvenir atau acara seremonial seperti serah terima jabatan tidak dibenarkan dalam aturan,” tegas Reidi.

Sorotan tajam juga datang dari kalangan pemerhati penyiaran. Praktisi televisi Ferry Rende dan mantan Ketua KPID Sulut, Raymond Pasla, meminta agar aparat hukum menyelidiki tuntas persoalan ini dan menjadikannya momentum pembenahan lembaga.

“Saya berharap Pemprov Sulut bisa lebih bersih dalam mengelola dana hibah. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk di pemerintahan Gubernur Julius Selvanus dan Wagub Victor Mailangkay,” ujar Ferry dan Raymond dalam pernyataan terpisah kepada media.

(yulia pricilia)