Kerikil-Kerikil Masalah di Torang Pe Bank

MONITORSULUT, Manado — Torang Pe Bank dikenal sebagai motto Bank SulutGo (Sulawesi Utara-Gorontalo). Bank ini telah melayani masyarakat selama lebih dari enam dekade, memberikan layanan perbankan serta kontribusi terhadap perkembangan ekonomi daerah.

Kinerja Bank SulutGo (BSG) menunjukkan pertumbuhan positif di beberapa aspek kunci berdasarkan data yang tersedia hingga April 2025 ini.

Mengutip laporan keuangan publikasi BSG yang dirilis 14 Februari 2025, laba bersih bank yang dipimpin Revino M. Pepah sebagai direktur utama ini turun 10,35 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp224,12 miliar dari Rp250,01 miliar pada 2023.

Pertumbuhan kredit menunjukkan tren positif. Selama 2024, BSG menyalurkan kredit sebesar Rp 16 triliun dan mendapat beberapa penghargaan.

Secara umum BSG berpotensi melanjutkan ekspansi kredit dan DPK. Namun, tantangan likuiditas dan biaya operasional yang tinggi (seperti terlihat di 2024) bisa menekan laba jika tidak dikelola baik. Fokus pada digitalisasi dan program pemerintah (misalnya 3 juta rumah) dapat menjadi katalis positif.

Kinerja 2025 akan bergantung pada kemampuan bank menjaga likuiditas dan efisiensi di tengah ketidakpastian global dan domestik.

Kerikil Tantiem 2016

Namun soal bagi-bagi laba bersih (dividen), BSG pernah punya cerita. Pimpinan BSG pernah ribut-ribut bersengketa soal ini dengan para mantan direksi dan komisaris terkait pembagian tantiem tahun buku 2016.

Pada 2020, sejumlah mantan pengurus BSG, termasuk mantan Komisaris Utama Robby Mamuaya, mantan komisaris Alexius Lembong dan Effendy Manoppo, serta mantan Direktur Umum Felming Harun, menggugat direksi dan komisaris BSG yang menjabat saat itu. Mereka menuduh adanya penggelapan dana tantiem tahun buku 2016 senilai lebih dari Rp1,4 miliar serta Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp580 juta yang seharusnya menjadi hak mereka berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pada 27 September 2016.

Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 179/Pdt.G/2020/PN.Mnd di Pengadilan Negeri Manado. Para penggugat juga menuntut ganti rugi immaterial sebesar Rp175 miliar, dengan dalih bahwa tindakan BSG melawan hukum telah merugikan mereka.

Kasus ini memiliki latar belakang sebelumnya. Pada 2018, delapan dari sepuluh mantan pengurus BSG juga mengajukan gugatan serupa (nomor perkara 235/Pdt.G/2018/PN.Mnd), tetapi hakim menyatakan gugatan tersebut “Niet Ontvankelijk Verklaard” (NO) atau tidak dapat diterima pada 30 Juli 2019.

Dalam perkembangan gugatan kedua pada 2020-2021, muncul dugaan bahwa BSG berupaya memengaruhi proses persidangan, termasuk tuduhan “suap” kepada hakim melalui promosi jabatan untuk keluarga hakim tertentu, seperti yang dilaporkan oleh beberapa media lokal.

Pada 30 Juni 2021 majelis hakim PN Manado memutuskan menolak gugatan para penggugat.


(Foto putusan hakim PN Manado)

Selain itu, masalah tantiem ini juga dilaporkan secara pidana ke Polda Sulawesi Utara. Namun kasus ini tak berlanjut bersamaan dengan dugaan adanya aliran dana Rp325 juta dari BSG ke oknum aparat penegak hukum untuk “mengamankan” laporan tersebut.

Bukti kuitansi pencairan tersebar ke media. Tertulis jelas bahwa dana itu dipakai untuk “biaya penyelesaian perkara terkait laporan mantan pengurus PT Bank SulutGo mengenai dugaan tindak pidana penggelapan dana tantiem sesuai memo Divisi Kepatuhan”. Jelas ini biaya untuk penghentian kasus penggelapan dana tantiem.


(Foto formulir pencairan uang dan kertas disposisi direksi)

Formulir merah di atas adalah slip untuk pencairan uang di kasir dan formulir putih proses persetujuan Direksi. Kolom 1 dan 2 adalah Mahmud Turuis yang saat itu menjabat rangkap Direktur Pemasaran dan Direktur Kepatuhan. Seharusnya Dir Kepatuhan mencegah hal ini. Dan kolom 4 di bawah adalah tulisan Revino Pepah (Direktur Utama sekarang) yang waktu itu menjabat Direktur Umum.

Menurut sumber, yang menerima uang itu Christian Sege, pegawai BSG, yang namanya ada tercatat di slip merah kanan bawah dan temannya, lalu dibawa ke polisi yang mengurus kasus. Kebetulan ayah Christian adalah polisi, tambah sumber tersebut.

Menurut info, para pelapor justru tidak mendapat SP2HP. Padahal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala.

Kemungkinan kasus ini telah selesai di luar sorotan publik. Senyap.

Otoritas Jasa Keuangan Sulut, Gorontalo dan Maluku Utara pernah memberi surat “warning” (peringatan) ke dewan komisaris BSG pada Mei 2017 terkait kasus penggelapan dana tantiem ini. Dalam surat peringatan tersebut dinyatakan BSG tidak menjalankan tata kelola yang baik (good corporate governance), terutama terkait asas kewajaran dan kepatutan yang mengakibatkan berkurangnya keuntungan bank dan insentif untuk direksi dan komisaris 2016.

Potensi Masalah Tantiem

Pembagian tantiem tahun ini berpotensi masalah lagi. Sebabnya karena ada informasi terjadi kerugian Rp 16 Miliar.

Temuan serupa diungkap Stenly Towoliu, Ketua Masyarakat Jaring Koruptor Sulut (MJKS) berdasar audit Kantor Akuntan Publik yang menemukan pengeluaran operasional BSG jauh di atas batas normal. Banyak biaya tak wajar Direksi dan Komisaris yang dibebankan kepada Cabang Jakarta.

Disebut-sebut ada direksi yang keluar negeri pakai fasilitas mewah, dengan alasan untuk biaya lobi bisnis. Ada juga anak direksi dan keluarganya yang ke Jakarta gunakan fasilitas mewah juga atas biaya Cabang. Lalu ada biaya lobi ke satu kerabat penguasa di Pemprov Sulut. Dan masih ada lainnya.

Potensi kerugian Rp 16 Miliar ini harus ditutup dulu sebelum tantiem dibagikan kepada Direksi dan Komisaris. Pembagian tantiem bisa ditunda.

Kerikil Kebocoran

Kali ini kerikil ada di Cabang. Dua cabang BSG di Kwandang Gorontalo dan Tahuna dikabarkan terjadi kebocoran. Duit nasabah diduga ditilep pegawai cabang itu.

Di Cabang Kwandang hilang sebesar Rp 1,8 Miliar, di Cabang Tahuna juga Rp 1,8 Miliar (bisa bertambah lagi). Kebocoran di Cabang Tahuna diduga dilakukan oleh Petugas Kasir.

Kasus ini masih baru ditemui dan sudah dilaporkan ke Direksi. Saat ini dalam proses penyelidikan Unit Audit Internal BSG dan terhadap pegawai tersebut mungkin sudah akan dilaporkan ke pihak yang berwajib.

Terjadinya kasus ini ditengarai karena Direksi sibuk dengan urusan Jakarta atau di kota-kota besar sehingga abai mengawasi apalagi mengunjungi dan memberi arahan serta pembinaan di Cabang-Cabang.

Atas dua masalah di atas, MonitorSulut telah mencoba meminta klarifikasi, namun Humas BSG tidak merespons.

(team ms )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *